Krisis Moneter yang di Alami Bangsa Indonesia
Setahun sebelum Soeharto lengser , asia diterpa krisis global. krisis yang awalnya melanda negara-negara tetangga, akhirnya menimpa Indonesia. Hal ini membuat masyarakat tidak puas dengan kepemimpinan Soeharto. terjadi demonstrasi besar-besaran dengan satu tujuan, Soeharto lengser dari jabatannya.
terhitung sejak pertengahan 1997, beberapa negara di asia mengalami krisis moneter. Salah satunya adalah Thailan. Pada satu Juli, mata uang Tahailan-Baht-melemah terhadap dolar. kehawatiran banyak kalangan bahwa krisis di Thailan akan menular ke Indonesia menjadi kenyataan. Pada 21 Juli, nilai rupiah mengalami hal sama.
Ketika krisis moneter mulai menggrogoti kemampuan ekonomi, usaha yang ditempuh Indonesia adalah meminta bantuan Internasional Monetary Fund (IMF) namun IMF tidak kunjung mengeluarkan dana negosiasi berjalan dengan alot. Disamping itu nilai rupiah semakin terpuruk.
untuk mendapatkan bantuan, IMF menyaratkan Indonesia melakukan perubahan kebijakan ekonomi, keuangan, dan anggaran yang cukup fundamental. Dalam istilah mereka Indonesia harus melakukan Revormasi ekonomi. Tuntutan-tuntutan IMF yang berat, termasuk pengaturan kebijakan moneter, perbankan nasional, dan penghapusan subsidi untuk beberapa jenis kebutuhan vital, terpaksa diikuti juga demi turunnya bantuan.
Pada 8 Oktober, pemerintah resmi meminta bantuan IMF, Duapuluh hari kemudian, pasar modal anjlok, atau yang dikenal dengan sebutan "Selasa Hitam". Selanjutnya 31 Oktober, pemerintah mendatangi perjanjian dengan IMF berikut pinjaman fasilitas pinjaman siaga 38 miliar dolar AS. Tak lanjut dari kesepakatan itu 16 bank dilikuidasi pada 1 November dan pada 3 November, pemerintah kembali mengumumkan paket kebijakan ekonominya.
Tanggal 6 Januari 1998, pemerintah mengumumkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang dinilai tak relistis. RAPBN 1998 itu mengasumsikan nilai tukar 4.000 rupiah per dolar AS, pertumbuhan ekonomi 4% , dan inflasi 9%. faktanya pada 10 Januari, rupiah langsung menembus angka psikologis 10.000 rupiah per dolar AS. turbulensi ekonomi itu mulai mereda pada 3 Mei 1999 ketika pertumbuhan ekonomi tri wulan I tercatat positif 1,34%.
Pemerintah bantuan ke IMF ternyata tidak mempercepat penyembuhan. Semua percaya bahwa ekonomi sangat terkait dengan politik. Jika politik stabil, ekonomi akan sehat. Begitupun sebaliknya.
Akhirnya, popularitas pemerintah dimasa rakyat menjadi merosot. Kata "reformasi" segera menjadi populer. Bahkan, reformasi yang menjadi tuntutan IMF, tetapi menuntut turunya Presiden Soeharto.
Rakyat menuntut reformasi total. selain dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik dan hukum menjadi tuntutan rakyat. Logikanya, krisis ekonomi bukan hanya disebabkan merosotnya nilai rupiah, tetapi juga tatanan politik yang tidak demokratis, serta hukum yang terlalu dikuasai pihak otoritersehingga tidak mendatangkan keadilan.
Sehingga rakyat tidak percaya lagi terhadap Soeharto. gejala merosotnya ini sebelumnya telah tanpak sejak tahun-tahun menjelang krisi moneter. Kerusuhan-kerusuhan yang telah melanda berbagai kota, seperti Pekalongan, Tasikmalaya, Situbondo, Banjarmasin, Rengasdengklok dan lahirnya di tahun sebelumnya serta menjelang pemilu Mei 1997, merupakan tanda-tanda menipisnya kepercayaan rakyat terhadap penguasa dan pemerintah.
Pada 8 Oktober, pemerintah resmi meminta bantuan IMF, Duapuluh hari kemudian, pasar modal anjlok, atau yang dikenal dengan sebutan "Selasa Hitam". Selanjutnya 31 Oktober, pemerintah mendatangi perjanjian dengan IMF berikut pinjaman fasilitas pinjaman siaga 38 miliar dolar AS. Tak lanjut dari kesepakatan itu 16 bank dilikuidasi pada 1 November dan pada 3 November, pemerintah kembali mengumumkan paket kebijakan ekonominya.
Tanggal 6 Januari 1998, pemerintah mengumumkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang dinilai tak relistis. RAPBN 1998 itu mengasumsikan nilai tukar 4.000 rupiah per dolar AS, pertumbuhan ekonomi 4% , dan inflasi 9%. faktanya pada 10 Januari, rupiah langsung menembus angka psikologis 10.000 rupiah per dolar AS. turbulensi ekonomi itu mulai mereda pada 3 Mei 1999 ketika pertumbuhan ekonomi tri wulan I tercatat positif 1,34%.
Pemerintah bantuan ke IMF ternyata tidak mempercepat penyembuhan. Semua percaya bahwa ekonomi sangat terkait dengan politik. Jika politik stabil, ekonomi akan sehat. Begitupun sebaliknya.
Akhirnya, popularitas pemerintah dimasa rakyat menjadi merosot. Kata "reformasi" segera menjadi populer. Bahkan, reformasi yang menjadi tuntutan IMF, tetapi menuntut turunya Presiden Soeharto.
Rakyat menuntut reformasi total. selain dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik dan hukum menjadi tuntutan rakyat. Logikanya, krisis ekonomi bukan hanya disebabkan merosotnya nilai rupiah, tetapi juga tatanan politik yang tidak demokratis, serta hukum yang terlalu dikuasai pihak otoritersehingga tidak mendatangkan keadilan.
Sehingga rakyat tidak percaya lagi terhadap Soeharto. gejala merosotnya ini sebelumnya telah tanpak sejak tahun-tahun menjelang krisi moneter. Kerusuhan-kerusuhan yang telah melanda berbagai kota, seperti Pekalongan, Tasikmalaya, Situbondo, Banjarmasin, Rengasdengklok dan lahirnya di tahun sebelumnya serta menjelang pemilu Mei 1997, merupakan tanda-tanda menipisnya kepercayaan rakyat terhadap penguasa dan pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar